Senin, 14 Juli 2008

Matahari Terbit Dari Barat

Assalaamu’alaikum wr. wb.

Sistem kerajaan memang runyam. Fitrah manusia adalah memilih orang yang paling unggul diantara mereka untuk dijadikan pemimpin. Orang hebat biasanya memang mampu membesarkan keturunan yang hebat pula, meski tidak selalu demikian. Karena sang pemimpin terpilih memiliki keturunan yang unggul, maka anak-anaknya pun mewarisi tahta kepemimpinan. Demikianlah pola ini berlanjut hingga akhirnya orang berpikiran untuk memberi jabatan tersebut hanya pada garis keturunan tertentu.

Celakanya, sistem kepemimpinan berdasarkan garis keturunan juga seringkali melahirkan anak-anak manja yang mengandalkan kharisma ayah-ayah mereka. Karena hidupnya serba terjamin di istana, mereka pun mabuk dalam kesombongan. Beberapa diantara mereka menjadi raja yang zalim, beberapa bahkan berani mengklaim dirinya sebagai Tuhan atau serupa dengan-Nya. Beginilah penyakit takabur kalau sudah kronis.

Ada juga kader Iblis yang apes karena harus berhadap-hadapan dengan seorang lelaki yang dikenal sangat lugas, pemberani, dan tidak tedeng aling-aling. Track record-nya luar biasa, mulai dari mendebat ayahnya sendiri yang seorang pembuat berhala, mendebat kaumnya sendiri, bahkan kemudian menghancurkan berhala-berhala yang disembah oleh kaumnya itu. Kini, sang penguasa yang merangkap kader Iblis bertatap muka dengan lelaki pemberani yang bernama Ibrahim as. Beginilah perdebatan singkat yang terjadi diantara mereka, sebagaimana terdokumentasikan di dalam Al-Qur’an :

Apakah kamu tidak memperhatikan orang yang mendebat Ibrahim tentang Tuhannya (Allah) karena Allah telah memberikan kepada orang itu pemerintahan (kekuasaan). Ketika Ibrahim mengatakan : “Tuhanku ialah Yang menghidupkan dan mematikan,” orang itu berkata : “Saya dapat menghidupkan dan mematikan.” Ibrahim berkata : “Sesungguhnya Allah menerbitkan matahari dari timur, maka terbitkanlah dia dari barat,” lalu terdiamlah orang kafir itu ; dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim.

(Q.S. Al-Baqarah [2] : 258)

Ada yang berpendapat bahwa sang penguasa ketika itu memanggil dua orang ke hadapannya. Yang satu dibiarkan hidup, sedang yang satu lagi dibunuh. Itulah yang dimaksudkan dengan kemampuan untuk menghidupkan dan mematikan. Menggelikan, memang. Tapi begitulah hasil kaderisasi Iblis. Lebih banyak bercanda daripada seriusnya. Bahkan nyawa orang pun dianggap permainan belaka. Tidak heran jika kini banyak yang ber-haha hihi sambil menyebut Al-Qur’an itu Kitab Suci porno, atau dengan tidak bertanggung jawabnya mengatakan bahwa kita tak usah pusing-pusing memikirkan siapa yang sesat, karena semua itu baru akan jelas di akhirat nanti. Bagi mereka ini, agama memang bukan untuk diseriusi.

Kata-kata menelanjangi penggunanya. Dengan argumen tadi, justru jelaslah logika berpikir sang raja yang sedang berdebat dengan Nabi Ibrahim as. Sudah jelas bahwa ia menganggap ‘mematikan dan menghidupkan’ itu ekivalen dengan ‘membiarkan hidup dan membunuh’. Barangkali demikian pulalah persangkaannya terhadap Allah. Dalam khayalnya, Allah hanya mampu membiarkan hidup dan membunuh. Allah tidak menciptakan, melainkan hanya tunduk pada keinginan manusia untuk bereproduksi. Di sisi lain, Allah juga bisa membunuh sekehendak-Nya. Inilah gabungan antara teori evolusi yang ‘tidak membutuhkan penciptaan’ dan penggambaran yang keji terhadap Allah. Maha Suci Allah dari apa yang mereka sifatkan pada-Nya...

Nabi Ibrahim as., tentu saja, jauh lebih cerdas daripada penguasa konyol yang satu itu. Kalau mengaku memiliki kemampuan yang setara dengan Allah, hendaknya dibuktikan dengan melakukan sesuatu yang sebanding dengan yang sudah dilakukan oleh Allah. Maka tantangan untuk menerbitkan matahari dari Barat adalah argumen yang sangat tepat dan menohok.

Setidaknya ada tiga pokok pikiran yang menginfeksi akal penguasa yang lupa daratan tadi, yaitu :

1. Allah itu pasif
2. Manusia (dalam hal ini adalah dirinya sendiri) mampu menyamai Allah dalam salah satu perbuatan-Nya
3. Allah itu kejam



Pokok pikiran yang pertama, as weird as it may sound, dibenarkan oleh banyak orang. Barangkali karena Allah tak pernah menampakkan wujud-Nya kepada kita, lantas kita berpikir bahwa Dia tidak sepenuhnya in charge di alam semesta ini. Ada yang berpendapat bahwa setelah menciptakan dunia ini, lantas Allah duduk manis sebagai penonton saja. Mereka menganggap bahwa setelah alam semesta ini diciptakan, Allah tidak lagi memegang kendali. Manusia pun boleh berkembang sekehendak hati. Bahkan dalam kondisi yang sangat ekstrem, Nasr Hamid Abu Zayd – seorang tokoh yang sering dikutip ucapannya oleh orang-orang sekuler-liberal – menganggap bahwa Allah pun harus tunduk pada ‘kuasa’ sejarah.

Banyak juga yang mengadopsi pola pikir kedua, yaitu mengira bahwa manusia bisa menyamai Allah. Sekian banyak orang yang mengenal sains secara ‘tanggung’ berkhayal bahwa ‘kesaktian sains’ adalah bukti bahwa Tuhan itu tidak dibutuhkan. Mereka merasa hebat karena telah mampu membuat bayi tabung, meskipun bahan dasarnya adalah sel telur dan sel sperma yang diciptakan oleh Allah juga. Bahkan sekiranya mereka mampu menciptakan manusia dari tanah, itu pun masih menggunakan ‘modal’ pemberian Allah. Pemikiran manusia yang merasa independen dari Tuhannya memang sungguh mengherankan, sekaligus juga begitu umum kita jumpai.

Poin ketiga adalah cara pelarian yang sangat menyedihkan. Karena tak mau mengikuti petunjuk Allah, lantas Allah pun disebut kejam. Allah sangat kejam karena telah menciptakan musibah, kelaparan, peperangan, dan kejahatan di muka bumi. Bahkan Allah telah menyiapkan siksa neraka yang membuat segala penderitaan di dunia nampak kecil. Mereka sama sekali tidak mempertimbangkan betapa banyaknya pemberian Allah pada seluruh makhluk ciptaan-Nya dan betapa banyak waktu yang diberikan kepada mereka untuk mampu memahami petunjuk-Nya.

Nabi Nuh as. menyampaikan dakwahnya selama ratusan tahun. Setelah sekian lama, dan sebagian besar kaumnya tetap kafir, barulah Allah SWT menenggelamkan mereka dalam peristiwa banjir besar. Demikian pula kaumnya para Nabi dan Rasul lainnya, mereka pun telah menyaksikan kebenaran dan mendapatkan cukup banyak waktu untuk belajar.

Masalahnya, sampai matahari terbit dari arah barat sekalipun, akan ada saja manusia yang tak mau belajar.

Wassalaamu’alaikum wr. wb.